Entri Populer

Sabtu, 15 Oktober 2011

Carcinoma Colon

PENYEBAB
  • Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan ototoksin serta gelombang elektromagnetik.
  • Pola makan yang buruk, antara lain terlalu banyak daging dan lemak yang tidak diimbangi buah dan sayuran segar yang banyak mengandung serat.
  • Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu, daging sapi dan kambing serta tranfusi darah.
  • Lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam linol).
  • Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
  • Obesitas.
  • Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai administrasi, atau pengemudi kendaraan umum.
Makanan yang harus dihindari :
o   Daging merah
o   Lemak hewan
o   Makanan berlemak
o   Daging dan ikan goreng atau panggang
o   Karbohidrat yang disaring(example:sari yang disaring)
Makanan yang harus dikonsumsi:
§  Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis ( seperti brokoli,brussels sprouts )
§  Butir padi yang utuh
§  Cairan yang cukup terutama air

GEJALA
  • Lelah, sesak napas waktu bekerja, dan kepala terasa pening.
  • Pendarahan pada rektum, rasa kenyang bersifat sementara, atau kram lambung serta adanya tekanan pada rektum.
  • Adanya darah dalam tinja, seperti terjadi pada penderita pendarahan lambung, polip usus, atau wasir.
  • Pucat, sakit pada umumnya, malnutrisi, lemah, kurus, terjadi cairan di dalam rongga perut, pembesaran hati, serta pelebaran saluran limpa.
DIAGNOSIS
Sejarah Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin,sejarah diet dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat :
1.      Sejarah dari keluarga terhadap Ca Colon
2.      Radang usus besar
3.      Penyakit Crohn’s
4.      Familial poliposis
5.      Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan ,dibutuhkan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menetapkan diagnosis.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Ca Colon tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang biasanya terjadi adalah  :
·         Perdarahan pada rektal
·         Anemia
·         Perubahan feces
Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau bright-red stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan kolon tetapi biasanya (tetapi bisa tidak banyak) tumor disebelah kiri kolon dan rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colon adalah :
  • teraba massa
  • pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
  • perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri

PATOFISIOLOGI
Perubahan Patologi
Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian  ( Sthrock 1991 a )  :
  • 26 % pada caecum dan ascending colon
  • 10 % pada transfersum colon
  • 15 % pada desending colon
  • 20 % pada sigmoid colon
  • 30 % pada rectum

Karsinoma Colon sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terditeksi sampai gejala-gejala muncul secara berlahan dan tampak membahayakan.Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode.Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut,mencapai serosa dan mesenterik fat.Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya,kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa,setelah sel tumor masuk pada sistem sirkulasi,biasanya sel bergerak menuju liver. Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang lain termasuk :
·         Kelenjar Adrenalin
·         Ginjal
·         Kulit
·         Tulang
·         Otak
Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limpa dan sistem sirkulasi,tumor colon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor belum dilakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor dihilangkan dan sel kanker dari tumor pecah menuju ke rongga peritonial.


TERAPI
Pengobatan kanker usus besar dapat dilakukan secara medis dan secara alami.
Pengobatan medis terdiri dari :
·         Pembedahan
·         Terapi penyinaran
·         kemoterapi

PENCEGAHAN
1.      Hindari makanan tinggi lemak, protein, kalori, serta daging merah. Jangan lupakan konsumsi kalsium dan asam folat.
2.      Setelah menjalani polipektomi adenoma disarankan pemberian suplemen kalsium.
3.      Disarankan pula suplementasi vitamin E, dan D.
4.      Makan buah dan sayuran setiap hari. 
5.      Pertahankan Indeks Massa Tubuh antara 18,5 - 25,0 kg/m2 sepanjang hidup.
6.      Lakukan aktivitas fisik, semisal jalan cepat paling tidak 30 menit dalam sehari.
7.      Hindari kebiasaan merokok.
8.      Segera lakukan kolonoskopi dan polipektomi pada pasien yang ditemukan adanya polip.
9.      Lakukan deteksi dini dengan tes darah samar sejak usia 40 tahun. 






Apendisitis

PENGERTIAN
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.2
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.2
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.

ETIOLOGI
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.1,2
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.




PATOGENESIS
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.1,2
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.1
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.


MANIFESTASI KLINIK
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
  • Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
  • Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
 1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
· Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
· Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
· Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
· Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
2. Pemeriksaan Penunjang
· Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
 · Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

DIAGNOSIS
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.


TATA LAKSANA
Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.

Jumat, 14 Oktober 2011

Vomiting ( Muntah )

Muntah adalah aktivitas mengeluarkan isi perut melalui mulut yang disebabkan oleh kerja motorik dari saluran pencernaan. Kemampuan untuk muntah dapat mempermudah pengeluaran toksin dari perut.

Etiologi
Mual dan muntah merupakan tanda-tanda dan gejala yang lazim dialami apabila sakit. Kebanyakan kejadian mual dan muntah adalah disebabkan oleh beberapa situasi seperti mabuk laut, mabuk kereta, mabuk apabila bergerak (dalam kenderaan), mabuk hamil atau disebabkan terhidu bau yang sangat busuk dan tidak menyenangkan.
Selain itu, keadaan mual dan muntah juga disebabkan oleh beberapa masalah kesihatan seperti masalah bendalir dan elektrolit dalam badan, kepekatan kalsium yang tinggi dalam darah, kehilangan bendalir badan dalam jumlah yang banyak, keracunan (jumlah air dalam badan yang terlalu banyak), keracunan makanan, gangguan pada bahagian kelenjar adrenal, gangguan metabolik, ubat, seperti antikanser, kumpulan opiod, antibiotik, ubat untuk penyakit jantung kumpulan glikosida, bronkodilator (agen untuk memperluaskan saluran pernafasan).
Mual dan muntah turut disebabkan halangan pada saluran penghadaman (gastrousus), peningkatan tekanan intrakanial di bahagian sistem saraf pusat, radangan pada bahagian perut, metastasis otak, meninges dan hati, uremia (kandungan urea iaitu bahan beracun dalam darah), jangkitan setempat dan kehadiran kuman dalam darah (septisemia), rawatan radiasi terutamanya pada bahagian abdomen, radangan yang teruk pada bahagian mukosa, resah dan gelisah, sakit kepala (migrain), pening dan rasa berpusing (vertigo), hamil, penyakit batu karang, radang pada bahagian pankreas, hati atau apendik, ulser, kecederaan pada bahagian kepala.







Patofisiologi
Muntah terjadi setelah adanya rangsangan yang diberikan kepada pusat muntah (vomiting center, VC) atau pada zona pemicu kemoreceptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ) yang berada di sistim syaraf pusat (central nervous system). Pusat-pusat koordinasi muntah ini dapat diaktifkan oleh berbagai cara. Muntah yang terjadi karena stress fisiologis, berlangsung karena adanya sinyal yang dikirimkan melalui lapisan otak luar dan limbic system ke pusat muntah (VC).
Muntah yang berhubungan dengan gerakan terjadi jika VC distimulasi melalui sistim pengaturan otot (vestibular atau vestibulocerebellar system) dari labirin yang terdapat pada telingan bagian dalam. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan cerebrospinal (jaringan syaraf otak sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ. Ujung syaraf dan syaraf-syaraf yang ada didalam saluran pencernaan merupakan penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung dan tertundanya proses pengosongan lambung.
Ketika pusat muntah (VC) distimulasi, maka motor dari cascade akan bereaksi menyebabkan muntah. Kontraksi non peristaltic didalam usus halus meningkat, gallbladder berkontraksi dan sebagian isi dari usus dua belas jari masuk kedalam lambung. Kondisi ini diikuti dengan melambatnya gerakan peristaltik yang akan mendorong masuknya isi usus halus dan sekresi pankreas kedalam lambung dan menekan aktivitas lambung.
Sementara itu, otot-otot pernapasan akan berkontraksi untuk melawan celah suara yang tertutup, sehingga terjadi pembesaran kerongkongan. Pada saat otot perut (abdominal) berkontraksi, isi lambung akan didorong masuk kedalam kerongkongan. Relaksasi dari otot-otot perut memungkinkan isi kerongkongan masuk kembali kedalam lambung. Siklus dari muntah-muntah berlangsung cepat sampai semua isi lambung yang masuk ke kerongkongan dikeluarkan semua.
Pada kondisi muntah juga terjadi peningkatan pro-duksi air ludah, peningkatan kecepatan pernapasan dan detak jantung serta pelebaran pupil mata. Pada kasus keracunan pangan oleh S. aureus, muntah yang terjadi disebabkan oleh tertelannya enterotoksin staphylococcal yang dibentuk oleh bakteri ini. Staphylococcal yang tertelan, akan berikatan dengan antigen major histocompatability complex (MHC) yang menstimulasi sel T untuk melepaskan cytokine. Sitokin ini selanjutnya akan menstimulasi neuroreseptor yang ada di saluran pencernaan dan rangsangan tersebut akan diteruskan ke sistim syaraf pusat, sehingga memicu pusat muntah (VC) dan mengakibatkan terjadinya muntah.

Jenis-jenis muntah
Rasa mual dan masalah muntah seringkali dikategorikan sebagai keadaan;
1.      akut (berlaku dengan tiba-tiba)
2.      lambat
3.      boleh dijangkakan
4.      breaktrough
5.      sukar dikawal
Masa berlaku rasa mual dan muntah yang akut selalunya bermula dalam tempo beberapa menit hingga beberapa jam selepas pemberian obat dan mula reda dalam tempo 24 jam. Kejadian masalah muntah boleh dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:
1.      umur
2.      janis kelamin
3.      keadaan saat menerima rawatan obat
4.      sejarah masalah alkoholisme (ketagihan alkohol)
5.      mabuk kendaraan
6.      riwayat mual dan muntah yang sebelumnya
7.      jumlah agen (yang diambil) yang boleh menyebabkan muntah
Agen Antimuntah
1.      Agen-agen yang lama
·         fenotiazin
·         benzamida
·         antihistamin
·         butirofenon
·         kortikosteroid
·         benzodiazepin
·         kanabinoid

2.      Agen yang baru
·         ondansetron
·         granisetron
·         dolasetron mesilat 

EPISTAKSIS ( PERDARAHAN HIDUNG )

Pendahuluan
Epistaksis atau perdarahan hidung seringkali dapat menjadi berat, berubah menjadi kasus gawat darurat dan memerlukan tindakan segera.
1.    Epistaksis ringan
biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.

2.    Epistaksis berat
berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan anemia serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian. Pemberian infus dan transfusi darah serta pemasangan tampon atau tindakan lainnya harus cepat dilakukan.
Disamping itu epistaksis juga dapat merupakan tanda adanya pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun jinak. Ini juga memerlukan penatalaksanaan yang rinci dan terarah untuk menegakkan diagnosis dan menentukan modalitas pengobatan yang terbaik.

Etiologi
Penyebab Epistaksis :
1.    Lokal
a.       Trauma misalnya trauma maksilofasial waktu mengeluarkan ingus dengan kuat, bersin, mengorek hidung, terjatuh, terpukul, iritasi oleh gas yang merangsang.
b.      Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan mimisan ringan disertai ingus yang berbau busuk.
c.       Infeksi, pada hidung dan sinus paranasal seperti rinitis, sinusitis.
d.      Iatrogenik (pembedahan).
e.       Neoplasma pada cavum nasi atau nasofaring, baik jinak maupun ganas.
f.       Zat kimia (logam berat seperti merkuri, kromium dan fosfor, asam sulfur, amonia, gasolin, glutaraldehid).
g.      Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak (seperti pada penerbang dan penyelam/penyakit caisson) atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
h.      Tidak diketahui penyebabnya, biasanya terjadi berulang dan ringan pada anak dan remaja

2.    Gangguan Sistemik
a.       Penyakit kardiovaskular: Arteriosklerosis, Hipertensi
b.      Gangguan endokrin seperti pada kehamilan, menstruasi dan menopause.
c.       Infeksi sistemik : demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
d.      Telangiektasia hemoragik herediter (Osler weber rendu disease). Merupakan penyakit autosomal dominan yang ditunjukkan dengan adanya perdarahan berulang karena anomali pembuluh darah.
e.       Kelainan hematologi : hemopilia, leukemia, multiple myeloma, imune trombositopenia purpura (ITP), polisitemia vera.
f.       Obat-obatan : NSAID, aspirin, warfarin, agen kemoterapeutik.
g.      Defisiensi Vitamin C dan K.

Sumber perdarahan

Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.
Epistaksis anterior
  • Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.
  • Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach yang berada di septum bagian anterior yang merupakan area terpenting pada epistaksis. la merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina, a. palatina asendens dan a.labialis superior. Terutama pada anak pleksus ini di dalam mukosa terletak lebih superfisial, mudah pecan dan menjadi penyebab hampir semua epistaksis pada anak.
Epistaksis posterior
umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah mengalir ke rongga mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi perdarahan. Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.

Patofisiologi
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal. Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.
Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.
Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.

Diagnosis
Anamnesa
·         apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya sudah pernah
·         kapan terakhir lerjadinya.
·         jumlah perdarahan
·         Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan panik dan cenderung mengatakan bahwa darah yang keluar adalah banyak. Tanyakan apakah darah yang keluar kira-kira satu sendok alau satu cangkir Sisi mana yang berdarah jjga perlu dilanyakan,
·         Apakah satu sisi yang sama atau keduanya;
·         Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas hidung atau sinus
·         apakah ada hipertensi
·         keadaan mudah berdarah
·         Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis; apakah sering makan obat-obatan seperti aspiiin atau produk antikoagjlansia
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum pasien, apakah sangat lemah ataukah ada tanda-tanda syok, sebagai akibat banyaknya darah yang keluar bila mungkin lakukan pemeriksaan rinoskopi anterior dengan pasien dalam posisi duduk.
Untuk melakukan pemeriksaan yang adekuat, pasien harus ditempatkan pada ketinggian yang memudahkan pemeriksaan bekerja, harus cukup untuk menginspeksi sisi dalam hidung. Sisi anterior hidung harus diperiksa dengan spekulum hidung. Spekulum harus disokong dengan jari telunjuk pada ala nasi. Kemudian pemeriksa menggunakan tangan yang satu lagi untuk mengubah posisi kepala pasien untuk melihat semua bagian hidung. Hidung harus dibersihkan dari bekuan darah dan debris secara memuaskan dengan alat penghisap. Lalu dioleskan senyawa vasokonstriktif topikal seperti efedrin atau kokain untuk mengerutkan mukosa hidung. Pemeriksaan harus dilakukan dalam cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat.
Sumber perdarahan dapat ditentukan dengan memasang tampon yang telah dibasahi dengan larutan pantokain 2% dan beberapa tetes adrenalin 1/1000. setelah beberapa menit tampon diangkat dan bekuan darah dibersihkan dengan alat penghisap.
Pemeriksaan keadaan umum.
Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada penurunan tanda vital, adanya riwayat perdarahan profus, baru mengalami sakit berat misalnya serangan jantung, stroke atau pada orang tua.
Pemeriksaan hidung.
  • Diperlukan peralatan untuk melihat rongga hidung dengan pencahayaan yang baik (lampu kepala) dan alat penghisap.
  • Bersihkanlah semua darah atau bekuan darah dengan alat penghisap. Lakukan tindakan vasokonstriksi dan analgesi lokal dengan memasukkan kapas yang dibasahi dengan Pantokain 2% dan diberi beberapa tetes adrenalin ke dalam rongga hidung. Kapas diangkat setelah 5-10 menit. dan sumber perdarahan dicari.
Pemeriksaan laboratorium.
  • Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk mengetahui adanya anemi. masa perdarahan, hitung trombosit dilakukan jika diduga ada kelainan perdarahan.
  • Pada anak dengan epistaksis berulang tanpa riwayat trauma atau operasi, perlu pemeriksaan adanya penurunan faktor VIII seperti pada von Willebrant’s disease.
  • Pada pasien yang dipasang tampon posterior, mungkin perlu diperiksa gas darah tepi (Astrup).
  • Pada keadaan tertentu mungkin perlu pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.
  • Jika diperlukan pemeriksaan radiologik hidung dan sinus paranasal serta nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut diatasi. Jika perlu pasien dapat dikonsul ke dokter spesialis penyakit dalam untuk mencari dan mengobati penyebab sistemik.
  • Jika pada pemeriksaan didapati adanya massa, dapat segera dilakukan biopsi agar diagnosis dini dapat ditegakkan. Namun perlu dicermati apakah massa tersebut merupakan massa tumor pembuluh darah yang umumnya akan berwarna kebiru-biruan, dalam hal ini maka tindakan biopsi sebaiknya tidak dilakukati karena dapat menyebabkan perdarahan profus yang sulit diatasi bahkan dapat menyebabkan kematian, misalnya pada tumor angiofibroma. Untuk ini sebaiknya pasien dikonsulkan ke ahli THT terdekat.
Diagnosis Banding
Sebagian besar pasien epistaksis mempunyai tempat perdarahan yang terletak anterior dalam cavitas nasalis akibat kejadian traumatik ringan, misalnya perdarahan bisa akibat memasukkan objek (lazim suatu jari tangan). Keadaan kering, terutama musim dingin, akibat sistem pemanasan dan kurangnya kelembaban, maka membrana hidung menjadi kering dan retak yang menyebabkan permukaannya berdarah. Area ini tepat mengelilingi perforasi septum atau deviasi septum bisa menjadi kering karena aliran udara hidung abnormal dan bisa timbul perdarahan.
Pada kelompok usia pediatri, benda asing dan alergi menjadi sebab lazim epistaksis. Beberapa anak bisa berdarah akibat ruptura pembuluh darah septum yang membesar yang muncul dari lantai hidung.
Perdarahan juga dapat terjadi pada trauma pembuluh darah disekitar basis cranii yang kemudian masuk ke hidung melalui sinus sphenoid atau tuba eustachius.

Penatalaksanaan
  • menghentikan perdarahan, tujuan lain penatalaksanaan epistaksis adalah mencegah komplikasi dan berulangnya epistaksis serta mencari etiologi.
  • Mula-mula perhatikan keadaan umum pasien,
  • pastikan bahwa pasien tidak dalam keadaan syok.
  • Jika ada riwayat telah terjadi perdarahan hebat, segera pasang infus, periksa Hb, leuko dan trombosit.
  • Pemeriksaan fungsi pembekuan dan golongan darah dilakukan jika perlu transfusi darah.
  • Jika pasien dalam keadaan syok, segera pasang infus dan pemberian obat-obat yang diperlukan untuk memperbaiki keadaan umum. Pasien atau orang tua biasanya dalam keadaan panik sehingga perlu ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi suportif.
  • Jika pasien masih berada di rumah, dapat dianjurkan untuk memencet hidung selama 10 menit dan pasien dianjurkan duduk dengan kepala dan leher agak tunduk kedepan, Ini dapat menghentikan epistaksis anterior yang ringan.
  • Jika perdarahan tidak berhenti, pasien dianjurkan untuk datang ke dokter. Cara tradisional dengan memasukkan daun sirih yang digulung ke dalam rongga hidung dapat bermanfaat menghentikan epistaksis anterior.Yang tidak dianjurkan adalah pasien tiduran, darah akan turun kefaring sehingga_dibatukkan dan dimuntahkan .menyebakan. ansietas yang akan menaikkan tekanan darah sehingga akan makin berdarah
  • Pada perdarahan anterior yang berat, setelah darah dibersihkan, sumber perdarahan dapat di kaustik dengan nitras argenti 20-30%, asam trikloroasetat 10% atau kauter listrik.
  • Jika sumber perdarahan tidak ditemukan, pasanglah tampon sementara yaitu kapas Pantokain-adrenalin selama 5-10 menit agar terjadi vasokonstriksi. Jika masih berdarah, harus dipasang tampon kapas padat atau kasa yang dibubuhi vaselin yang dapat dicampur dengan betadin atau salep antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa berbentuk pita dengan lebar 1/2 cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan daerah asal perdarahan. Selanjutnya pasien dapat dirawat,diberi antibiotika oral dan obat penenang jika diperlukan. Tampon diangkat setelah 2-3 x 24 jam.
  • Saat pengangkatan tampon, jika masih ada rembesan darah, pasang tampon sementara Pantokain-Adrenalin 5-10 menit. Biasanya perdarahan berhenti.
  • Selanjutnya pasien dianjurkan untuk mencegah trauma pada hidung, dilarang mengeluarkan ingus secara keras, memencet atau menggaruk hidung selama 1 minggu. Pasien juga dilarang kerja berat dan olah raga selama 2 minggu. Tamponade hidung dapat diulangi jika perdarahan masih mengalir selama 2-3 x 24 jam.
  • Jika perdarahan menetap setelah 2 kali tamponade ini, dipikirkan kemungkinan melakukan ligasi arteri.

Tampon Belloque
  • Perdarahan posterior yang berat biasanya baru dapat diatasi setelah dipasang tampon posterior atau tampon Belloque. Tampon ini dibuat dari kasa dan berukuran 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi lain. Tampon ini harus memenuhi koana. Cara memasangnya adalah sebagai berikut:
  • Dimasukkan kateter terlebih dahulu ke lubang hidung, gunanya untuk menarik tampon Belloque ke koana.
  • Ujung kateter yang tampak di orofaring ditarik keluar rongga mulut dengan pinset dan diikat pada 2 benang yang terdapat pada 1 sisi tampon, kateter kemudian ditarik meluar melalui rongga hidung, tampon akan tertarik ke dalam rongga mulut dan dengan ujung jari telunjuk tampon didorong masuk ke koana.
  • Selanjutnya dipasang tampon anterior dan kedua benang yang keluar dari lubang hidung diikatkan / difiksasi sehingga tampon Belloque tadi akan terfiksasi dengan baik di koana. Benang yang satu lagi akan tetap berada di rongga mulut dan difiksasi pada pipi dengan plaster, guna benang ini adalah untuk menarik tampon keluar melalui rongga mulut setelah 2-3 hari. Pasien dengan Belloque tampon harus dirawat.Sebagai pengganti tampon Belloque dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balonnya diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.
  • Pada setiap pemasangan tampon, harus selalu diberi antibiotik untuk mencegah terjadinya otitis media dan sinusitis. Jika pasien gelisah obat penenang atau terapi suportif dapat diberikan. Obat hemotatik juga dapat diberikan meskipun manfaatnya masih diragukan.
Ligasi Arteri
Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon. Jenis arteri yang diligasi tergantung sumber perdarahan. Jika berasal dari bagian belakang rongga hidung, biasanya dari a.sfenopalatina yang merupakan cabang a.maksilaris, dilakukan ligasi a.maksilaris di fossa pterigomaksila (di belakang dinding belakang sinus maksila) melalui pendekatan Caldwel-Luc. Jika tidak berhasil dilakukan ligasi a.karotis eksterna di daerah leher. Jika perdarahan berasal dari bagian atas rongga hidung biasanya dari a.etmoidalis anterior atau posterior, ligasi dilakukan pada arteri arteri ini melalui insisi kulit di daerah medial orbita.
Embolisasi
Embolisasi pembuluh darah juga dapat dilakukan dengan panduan arteriografi dengan memasukkan gel sponge atau lainnya, namun terdapat risiko terjadi emboli otak.
Perawatan rumah sakit
  • Tidak semua pasien perlu perawatan. Indikasi perawatan dilakukan pada pasien dengan tampon anterior bilateral, tampon posterior / tampon belloque, hipertensi epistaksis berulang dan pada keadaan dengan risiko tinggi misalnya orang tua, debil, alkoholik, penyakit hati.
  • Saat dirawat, sebaiknya pasien tirah baring dengan kepala lebih tinggi, humidifikasi kamar harus diperhatikan.
  • Pertimbangkan pemberian oksigen dosis rendah dengan oxygen mask disamping pemberian cairan yang adekuat. Obat-obat yang diperlukan adalah antibiotika, mungkin antihipertensi jika diperlukan.

Medika Mentosa
1.      Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.
2.      Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.
o   Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.
o   Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.
o   Kontraindikasi : hipersensitivitas
o   Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus,meningkatkan tekanan intraokular.
3.      Anestesi lokal : lidokain 4%
o   Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline
o   Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf
o   Kontraindikasi : hipersensitivitas.
4.      Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)
o   menghambat pertumbuhan bakteri.
o   Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.
o   Kontraindikasi : hipersensitivitas.
5.      Perak Nitrat
o   Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi.
o   Kontraindikasi : hipersensitivitas, kulit yang terluka.
6.      Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri karotis intema. Hal ini dilakukan jika epistaksis tidak dapat dihentikan dengan tampon.

Follow Up
1.      Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep Bactroban nasal
2.      Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis
3.      Hindari aspirin dan NSAID lainnya
4.      Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k melalui konsultasi dengan ahli spesialis lainnya
5.      Edukasi pasien :
ü  Hindari cuaca yang panas dan kering
ü  Hindari makanan yang pedas dan panas
ü  Bernafas dengan mulut terbuka.

Komplikasi
·         Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
·         Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
·         Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )
·         Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis, infark miokard.
·         Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.


Prognosis
Prognosis epistaksis bagus tetapi bervariasi. Dengan terapi yang adekuat dan kontrol penyakit yang teratur, sebagian besar pasien tidak mengalami perdarahan ulang. Pada beberapa penderita, epistaksis dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Hanya sedikit penderita yang memerlukan pengobatan yang lebih agresif.